Saat matahari terbit di atas lapangan hijau subur The Learning Farm (TLF), sekelompok pemuda dan pemudi berkumpul untuk melakukan tugas pagi mereka. Di antara mereka adalah Arumapillay Nilakshan, seorang pengungsi berusia 24 tahun dari Sri Lanka, yang telah menemukan ketenangan dan tujuan hidup melalui program transformasi ini. Selama empat bulan, Jadhu – begitu ia lebih suka dipanggil – telah belajar menanam produk organik dan merawat alam, membangun keterampilan baru, dan menemukan rasa memiliki yang sebelumnya tidak pernah ia rasakan. Kemudian pada hari itu, 2 Maret 2023, ia lulus dari program TLF, dan kisah hidupnya adalah bukti kekuatan harapan dan ketahanan dalam menghadapi kesulitan.
Tumbuh besar di Sri Lanka, Jadhu telah melihat sendiri nilai pertanian dan memiliki afinitas untuk bekerja dengan tanah. Namun, impian itu terhenti ketika ia harus melarikan diri ke luar negeri bersama kerabatnya karena dampak perang saudara yang telah melanda negaranya selama beberapa dekade.
Jadhu baru berusia 15 tahun ketika ia menjadi seorang pengungsi, dan selama sembilan tahun berikutnya, ia tinggal di Indonesia. Ia mendaftar ke UNHCR di Jakarta dan tinggal bersama kerabat, tetapi hidupnya jauh dari mudah. Ia tidak memiliki pendidikan formal dan terbatas dalam interaksinya dengan orang lain, kebanyakan waktu dihabiskan bersama pengungsi Sri Lanka lainnya. Namun, ia menolak untuk membiarkan keadaannya menghalangi impian-impian hidupnya.
Pada awal tahun lalu, Jadhu menemukan The Learning Farm, sebuah pusat pertanian organik residensial untuk pemuda rentan. Ia langsung tertarik dengan program ini, program yang mengubah hidup dalam kelompok-kelompok 40 pemuda dan pemudi dari latar belakang yang kurang beruntung di seluruh kepulauan Indonesia melalui media pertanian dan merawat alam. Jadhu tahu bahwa inilah kesempatan baginya untuk mengejar hasratnya dalam bertani dan belajar keterampilan berharga yang akan membantunya meraih impian-impian hidupnya.
Jadhu menghadapi banyak tantangan selama di The Learning Farm. Jadwal yang diterapkan sangat ketat, dengan jam bangun tidur pukul 5:00 pagi dan aturan untuk mematikan lampu pukul 10:00 malam. Namun, ia dengan cepat beradaptasi dengan waktu disiplin tersebut dan menemukan kebahagiaan dalam pekerjaannya. Dia belajar tentang pertanian organik melalui pengalaman praktis, keterampilan pemasaran, dan bahkan keterampilan komputer yang bisa membantunya dalam bertani. Kegiatan-kegiatan ini membekalinya untuk lebih mewujudkan mimpinya dalam mengejar karir di bidang pertanian profesional. Ia juga berhasil menjalin banyak persahabatan dengan teman-teman warga Indonesia dari seluruh penjuru negeri dan menikmati kesempatan untuk berinteraksi dengan orang-orang dari budaya yang berbeda.
Kegiatan favorit Jadhu di TLF adalah menyiram tanaman dan menyaksikannya tumbuh. Dia sangat menyukai ketumbar. “Siram sangat menyenangkan bagi saya. Melihat tanaman tumbuh, paling menyenangkan,” ujarnya. Kerja keras Jadhu membuahkan hasil dan ia dinobatkan sebagai lulusan terbaik dari kelasnya (Angkatan 42) di The Learning Farm, sekaligus menjadi lulusan terbaik pertama dari kalangan pengungsi.
Wisnu, Manajer Program di TLF, mengingat Jadhu sebagai siswa yang luar biasa dengan masa depan cerah. “Jadhu meninggalkan kesan tak terlupakan di The Learning Farm. Dia adalah salah satu lulusan terbaik kami, dan hasratnya terhadap pertanian organik menginspirasi semua orang di sekitarnya. Kami tahu bahwa ia memiliki potensi untuk maju dengan pesat dalam bidang ini, dan kami mengharapkan kesuksesan sebanyak-banyaknya baginya.”
Setelah lulus dari TLF, Jadhu kembali ke Jakarta, di mana dia terus mengejar mimpinya untuk menjadi petani profesional dengan mempelajari pertanian lebih lanjut, seperti melakukan percobaan dengan tanaman sederhana di rumahnya. Dia sekarang lebih sehat dan lebih percaya diri daripada sebelumnya. Dia bangun pagi-pagi dan tidur tepat waktu, bertekad untuk memanfaatkan setiap hari sebaik mungkin.
Ria, anggota staf UNHCR yang membantu Jadhu dalam mendaftar program TLF, percaya bahwa kisah Jadhu dapat menjadi inspirasi bagi pengungsi lain di Indonesia. “Jadhu adalah bukti bahwa pengungsi dapat mencapai hal-hal besar, bahkan dalam keadaan sulit. Tekadnya untuk berhasil di tempat barunya sangat luar biasa, dan saya berharap bahwa pengungsi lain dapat belajar dari contohnya. Kami bangga telah berperan kecil dalam perjalanan hidupnya, dan dan kami menaruh harapan besar untuk masa depannya.”
Tujuan utama Jadhu adalah menjadi petani profesional, tetapi dia tahu bahwa hal itu akan memerlukan waktu dan kerja keras untuk mencapai tujuannya. Dia terbuka untuk menjelajahi karir alternatif yang terkait dengan pertanian, seperti mengemudi truk, dan sangat antusias untuk belajar sebanyak mungkin. Dia mengatakan, “Coba, coba, dan coba. Tidak apa-apa jika gagal, tapi cobalah dulu.”
Perjalanan Jadhu telah panjang dan penuh tantangan, tetapi ia tidak pernah menyerah pada mimpinya. Keberaniannya membawanya untuk terus berjalan mencapai tujuannya. Dengan semangatnya untuk bertani dan komitmennya untuk keberhasilan, tidak diragukan lagi bahwa Jadhu akan terus meraih prestasi besar di masa depan.
Bagikan melalui Facebook Bagikan melalui Twitter